Seorang
teman dekatku pernah berkata, jatuh cinta itu rasanya seperti ada kupu-kupu
yang berterbangan di perutmu, lalu naik ke hatimu.
Aku
pernah merasakan hal seperti yang dikatakan temanku itu. Kupu-kupu berterbangan
di perutku, lalu naik ke hatiku. Begitu menggelikan. Tapi rasanya menyenangkan.
Apalagi jika orang yang membuat kupu-kupu itu berterbangan, menyatakan cintanya
padamu. Seluruh bunga di dunia serasa bermekaran di hatimu. Namun, hal itu
tidak pernah bertahan lama padaku.
Ada
saja masalah yang datang dan memusnahkan kupu-kupu itu dari hatiku. Saat kau
menyadari, cintanya hanya bualan belaka, rasanya seluruh bunga di dunia menancapkan
durinya di hatimu. Sakit. Perih.
Aku
tidak pernah membayangkan, bagaimana rasanya jika suatu saat nanti aku jatuh
cinta lagi. Apa kupu-kupu itu akan kembali muncul dan berterbangan di perutku,
kemudian naik ke hatiku? Apa nantinya bunga-bunga di seluruh dunia akan kembali
bermekaran di hatiku? Hal yang satu-satunya aku takutkan adalah jika
bunga-bunga itu menencapkan durinya lagi.
Aku
tidak ingin merasakan sakit dan perih untuk yang kesekian kalinya. Akan menghabiskan
banyak energy untuk menangis dan melupakan hal-hal yang tak pantas untuk
diingat lagi. Sudah cukup bagiku.
Namun,
temanku yang lain mengingatkan, rasa sakit dan perih itu resiko jika kita jatuh
cinta. Kalau tidak ingin menanggung resikonya, maka jangan pernah jatuh cinta.
Hmm,
ada benarnya juga.
Aku
ingin jatuh cinta, tapi tidak ingin menanggung resikonya. That’s not fair, right?
Well, aku tidak pernah
tahu, dengan siapa dan bagaimana caranya kupu-kupu itu akan kembali
berterbangan di perutku. Yang masih aku pikirkan, apa aku siap jika ada duri
yang menancap di hatiku dan melenyapkan kupu-kupu itu?
Entahlah…
~ Nuri ~
0 komentar (+add yours?)
Posting Komentar